Ketika
buku La Bible, La Coran, et la Science karya Dr. Maurice
Bucaille, seorang dokter ahli bedah di Perancis terbit dan
diterjemahkan dalam beberapa bahasa; Inggris, Arab, Turki,
Serbo-Croat dan Indonesia, sejumlah kalangan muslim terhenyak kagum
dan sekaligus terhibur. Al-Quran bukan saja fasih berbicara tentang
surga, neraka, pahala, siksa dan dimensi-dimensi lain non-material,
tetapi juga tentang banyak penemuan ilmiah mutakhir yang belum pernah
tersentuh. Ayat-ayat al-Quran seakan-akan mempunyai makna baru yang
benar-benar sesuai dengan dinamika ilmu pengetahuan modern, sekalipun
premis ini tentu tidak benar; karena al-Quran memang sarat berisi
pengetahuan super modern yang memerlukan rasio penalaran ganda untuk
membongkarnya.
Dalam
sebuah paragrap tulisannya, Bucaille mengkritik para mufasir yang
menterjemahkan ayat-ayat secara salah karena tidak memiliki disiplin
pengetahuan ilmiah tertentu yang diperlukan untuk memahami arti yang
sebenarnya. Menurut Bucaille, hal itu disebabkan oleh tradisi para
mufasir yang sering dianggap sangat berwenang, walaupun mereka tidak
memiliki pengetahuan ilmiah. Gaya tafsir itu dapat dilihat dalam
tafsir-tafsir kelasik yang memasung kretifitas penafsiran baru dan
hanya menitik beratkan pada persoalan-persoalan keagamaan secara an
sich. Para ahli tafsir kelasik telah gagal dalam menguraikan makna
ayat-ayat yang berhubungan dengan alam, yang dalam tradisi keilmuan
disebut tafsir ilmi.
Kritikan
Bucaille itu bukannya tidak menuai kecaman dari sejumlah cendekiawan
muslim. Secara tegas Dr. Ziauddin Sardar menolak upaya mengilmiahkan
ayat-ayat al-Quran yang disesuaikan dengan rasio empirik. Sebab jika
suatu ayat ditarik paksa untuk menunjang suatu teori ilmiah, yang
terjadi adalah penafsiran ilmu pengetahuan oleh al-Quran dan bukannya
ilmu pengetahuan menafsirkan al-Quran. Akibatnya jika teori keilmuan
itu jatuh, maka jatuh pula nilai kesucian ayat al-Quran. Kebenaran
al-Quran adalah kebenaran mutlak, sedangkan kebenaran ilmiah adalah
bersifat nisbi, karenanya selalu berubah mengikuti dinamika perubahan
jaman.
Kehebatan
al-Quran dengan sifat ‘ijaz-nya selalu menarik orang lain
untuk berkomentar. Jauh sebelumnya, Dr. Hartwig Hirschfel dari
Inggris secara simpatik mengatakan; kita tidak usah terkejut
menyaksikan sumber ilmu pengetahuan dalam al-Quran. Setiap subjek
yang ada di dalamnya, berhubungan dengan langit atau bumi, kehidupan
manusia, perniagaan dan berbagai bentuk perdagangan juga terkadang
disinggung; semua ini memberi ransangan munculnya berbagai risalah
ilmu pengetahuan.
Hal
sama disampaikan Robert Briffautl; ia mengatakan; al-Quran bukan
hanya menghimbau pemikiran serta penyelidikan alam semesta secara
umum. Ia berbuat jauh lebih banyak dengan memberikan tuntunan
mengenai metode penataran induktif, untuk memberikan
prinsip-prinsip pokok mencakup kesatuam alam, kesatuan umat dan
kesatuan ilmu. Masih banyak para pemikir non-muslim yang apresiatif
terhadap al-Quran. Tetapi, menurut Fazlurrahman Ansari, satu
literatur keagamaan yang suci ini sering kali kita timbun di bawah
gramatika dan retorika sehingga jarang diajarkan sesuai tuntutan yang
ada di dalamnya, karena takut bahwa kajian yang bermakna atas
al-Quran dapat mengacaukan status quo, bukan saja dalam ranah
pendidikan dan teologi tetapi juga di bidang sosial. Kebenaran
ajaran al-Quran harus ditransformasikan secara riil oleh umat ini
guna membuktikan kredo mereka sebagai umat pilihan.
*****
Peristiwa
di Gua Hira` yang terjadi pada abad ke 7 menandai titik awal
pembangunan dunia baru. Hal ini dimulai dengan kehadiran informasi
dari alam lain yang telah lama terhenti hingga mengakibatkan kacaunya
tatanan dunia. Perintah membaca (al-Alaq: 1-5) yang disampaikan
Jibril kepada Muhammad saw adalah gabungan dua dimensi antara science
dan keyakinan, eksoteris dan esoteris; yang satu (iqra`/membaca)
menjadi dasar terbentuknya manusia berbudaya yang mengarah pada
kemajuan ilmu pengetahuan, dan yang lain (bi-ismi rabbik al-lazii
khalaq/ pengenalan pada Tuhan) mengarah pada terbentuknya
keyakinan akan wujud dan kekuasaan Tuhan sebagai pengatur alam.
Turunnya wahyu pertama ini kemudian diikuti dengan turunnya
wahyu-wahyu yang lain secara bertahap selama 23 tahun lebih. The
sun just rise on the Mecca, dunia telah menemukan sinar yang
membawanya menuju peradaban baru.
Bertolak
dari realitas historik itu maka tidak salah jika dikatakan Al-Quran
adalah Kitab informasi (an-Naba`), dan sistim informasi yang
di bangun oleh al-Quran adalah berdasar fakta dan keyakinan. Fakta
diperlukan untuk menggali informasi lebih jauh dan mendalam,
keyakinan berfungsi untuk mendasari kebenaran; dua hal itu menjadi
ciri utama kebenaran dalam sistim informatika yang dikembangkan pada
abad modern ini. Kita sering mendengar istilah informasi menyesatkan,
istilah itu digunakan untuk menyebut adanya informasi yang salah dan
tidak bertanggungjawab, dalam istilah komunikasi disebut rumors.
Kisah tentang ‘perselingkuhan’ Aisyah dan Shafwan bin Muatthal
yang dihembuskan orang-orang Yahudi Madinah yang terkenal dengan
hadits al-ifki (an-Nuur: 11-12) adalah salah satu contoh
informasi tidak bertanggungjawab atau tepatnya disebut rumor yang
bertujuan mengacaukan stabilitas sosial-politik di kota itu.
Sebaliknya informasi yang disampaikan Hud-hud tentang imperium Saba`
dengan Bulqis sebagai penguasanya (an-Naml: 22-24) menunjukkan
kebenaran informasi itu secara empirik. Kedua contoh tersebut
menunjukkan dua karakter yang berbeda dan menjadi ciri-ciri
informasi yang berkembang dewasa ini; yang satu konstruktif dan yang
lain destruktif. Kedua jenis informasi ini akan selalu muncul seiring
dengan silang kepentingan antar individu, antar kelompok atau bahkan
antar bangsa. Pengembangan informasi memerlukan etika untuk
mengendalikan kemungkinan terjadinya manipulasi data atau distorsi
pesan-pesan yang di bawa.
*****
Sedikitnya
terdapat tiga tema pokok yang menjadi bahasan penting di dalam sistim
informasi al-Quran, yaitu; pertama, masalah akidah atau
keimanan; kedua, masalah hukum; ketiga, masalah ilmu
dan pengetahuan. Masing-masing tema pokok ini memiliki cabang
permasalahan yang dapat dikembangkan dengan berbagai disiplin
keilmuan. Dari ketiga tema pokok informasi ini di antaranya ada yang
baku serta tidak dapat dikembangkan dan ada pula yang dapat
dikembangkan mengikuti kebutuhan perilaku jaman. Masalah akidah
adalah satu-satunya masalah baku yang tidak memerlukan campurtangan
manusia sehingga tidak dapat dirubah atau dikembangkan.
Pengertian
ayat; Allahu laa ilaaha illa huwa al-hayyu al-qayyuum
(al-Baqarah: 255) adalah bermakna definitif yang tidak dapat diberi
arti lain di luar sifat Allah yang Maha Hidup dan Berdiri sendiri.
Kedua jenis informasi ini tidak dapat dikembangkan sehingga keluar
dari frame yang telah ditentukan secara qath’i.
Berbeda dengan ayat; innamaa harrama álaikum al-maitah wa al-daam
wa lahm al-hinziir.. (al-Baqarah: 173), sekalipun ayat ini
bermakna definitif yang memberi informasi penetapan akan keharaman
beberapa jenis objek itu, tetapi penetapan hukumnya masih dapat
diperluas menyangkut jenis-jenis objek lain yang tidak patut
dikonsumsi manusia.
Begitu
pun dengan ayat-ayat yang berisi dorongan dan rangsangan pada manusia
untuk berfikir jauh, semisal; inna fii khalqi al-samaawaat wa
al-ard wa-khtilaaf al-laili wa al-nahaar la-aayaatin li-uli al-baab
(Ali Imran: 190). Ayat ini selain mengandung pengertian informatif,
dapat dijadikan titik tolak untuk mengembangkan fungsi penalaran
terhadap resources alam dengan segala jaringan yang ada di
dalamnya. Dari penalaran itu akan menghasilkan rekayasa teknologi
yang dapat dikembang-biakkan terus menerus sesuai perjalanan waktu
dan jamannya. Tepat sekali kata Muhammad Iqbal, Al-Quran adalah Kitab
yang mengutamakan amal dari pada cita-cita, karena itu menurut
al-Gazali, mentafakuri al-Quran, akan membawa kita menuju samudera
af’al yang tidak bertepi.
*****
Saat
ini sistim informasi telah menjadi penentu yang dominan terhadap
kekuatan sebuah bangsa, semakin luas jaringan informasi yang
dibangun, maka semakin luas pula hegemoni yang dikuasai. Jepang
adalah salah satu contoh negara yang mengandalkan jaringan informasi,
yang tingkat kemajuan setara dengan negara-negara barat. Kekalahan
Jepang dalam Perang Dunia II membuat struktur dan fasilitas industri
negara ini hancur. Tetapi dalam kurun waktu sepuluh tahun Jepang
telah berhasil bangkit dan bahkan lebih modern. Pada kurun waktu 1955
– 1964 Jepang mengalami lompatan ekonomi yang menakjubkan, sehingga
intensitas penetrasi pasar bergerak dramatis menekan ke berbagai
negara.
Salah
satu faktor penting yang mempercapat gerakan pasar industri Jepang
adalah munculnya kebijakan pemerintah yang menggerakkan sektor
swasta yang berfungsi sebagai information clearing hous (bursa
informasi). Kebijakan ini bertujuan untuk mensuplai berbagai data
kepada para pebisnis particular (swasta), sehingga dapat
menghapus tingkat ketergantungannya pada pemerintah. Hasilnya,
kelompok bisnis partikular berdiri setingkat dengan pemerintah dan
menjadi mitra yang baik.
Hal
yang sama terjadi pada Jerman (Barat, saat itu). Kekalahan Jerman
dalam Perang Dunia II yang berakhir dengan pembelahan negara ini
menjadi Barat dan Timur (sebelum reunifikasi pada tahun 90-an), dalam
kurun relatif singkat membangitkan negara ini menjadi raksasa ekonomi
dunia. Kemampuan Jerman mengolah data-data irformasi dunia,
menghasilkan produk-produk teknologi berat dari negara Kanselir ini
membanjiri pasar dunia. Penemuan teknologi Siemen dengan produk
telpon selulernya tahun 80-an adalah salah satu puncak teknologi
Jerman yang menguasai pasar komunikasi global, setelah negara ini
menyebar informasi spektakuler melalui berbagai iklan di media massa
yang belum pernah muncul sebelumnya.
*****
Begitulah
keajaiban yang dibangun memalui jaringan informasi. Tidak ada sesuatu
apa pun produk yang di hasilkan manusia dikenal luas, tanpa
didahului oleh pembentukan informasi. Pengenalan manusia pada Tuhan,
dimulai dengan turunnya wahyu (iformasi) bahwa di balik alam terdapat
penggerak dan penguasa tunggal yang menjadi tumpuan hidup mereka. Ini
berarti Tuhan pun memperkenalkan keberadaannya sebagai Dzat yang
wajib diimani.
Dari
sini kita memperoleh gembaran teoretik yang riil betapa pentingnya
arti informasi bagi umat Islam. Membangun informasi berarti membangun
relasi publik secara luas dan lintas antar negara dan bangsa, dan
untuk mencapai tujuan ini diperlukan kemampuan mengolah data berikut
segala perangkat lunak (software) yang diperlukan. Pasar hanya
akan tertarik untuk membeli sebuah produk informasi (akses) jika
produk yang ditawarkan memiliki daya tarik untuk di ikuti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar