Rabu, 17 Agustus 2011

AKAABIRA MUJRIMIIHA



            Dalam beberapa minggu terakhir, perhatian kita tersedot oleh gegap gempita persoalan kasus skandal korupsi, mafia hukum dan makelar kasus (markus). Munculnya kasus  ini sunguh mengingatkan kita sebuah ayat dalam al-Quran yang sangat fenomenal sekalipun diturunkan 15 abad lalu. Dalam kitab suci ini Tuhan menegaskan:  “Dan Demikianlah kami jadikan dalam setiap negeri penjahat-penjahat besar agar mereka membuat rekayasa di dalamnya; (al-An’aam: 123).
            Muncul pertanyaan dalam hati dan pikiran kita: siapa yang dimaksud penjahat-penjahat besar dalam ayat itu? Ibnu Abbas salah seorang ulama ahli tafsir mengatakan, yang dimaksud akaabira mujrimiiha adalah pembesar-pembesar yang jahat. Lebih lanjut ahli tafsir tertua ini menjelaskan. dengan fasilitas jabatan yang dimuliki mereka melakukan rekayasa-rekayasa kasus sehingga terjadi kekacauan yang dahsyat. Pendapat yang sama disampaikan Mujahid dan Qatadah, dua ulama terkemuka di masa sesudahnya.
            Tafsir yang disampaikan Ibnu Abbas dan para ahlinya ini terasa sekali masih kurang lengkap jika dikembalikan pada kondisi sosio-politik sekarang. Realitasnya lebih dahsyat dari itu. Maka sesuai dengan watak universalitas al-Quran yang bisa difatsirkan menurut kondisi zaman, pengertian ayat akaabira mujrimiihaa dapat diperluas maknanya menjadi “penjahat-penjahat besar”.  
Kita lihat,  betapa machingnya ayat itu dengan realitas sekarang. Hampir di setiap negara muncul penjahat-penjahat besar yang memiliki peran signifikan dalam membangun kartel kekuasaannya.  Fasilitas finansial yang mereka miliki dijadikan modal untuk memainkan praktek mafioso dengan para pejabat teras secara leluasa, untuk mengatur segala penyimpangan yang seharusnya lurus. Bersatunya dua kekuatan besar yang jahat ini, akan memunculkan kehancuran dan ketidak adilan.
Logika hukum pun mengalami kesulitan mejerat mereka. Sebab gerakan operasional kelompok ini tidak sama dengan penjahat-penjahat kecil yang vulgar dalam setiap aksinya. Suara nurani akan diacak-acak tanpa daya, sekalipun bermuara dari arus masyarakat yang lebih besar.    Masyarakat akan tetap menjadi permainan praktek kejahatan mereka. Tetapi yang perlu dicatat, sepanjang sejarah kebudayaan manusia, tidak ada kejahatan yang mampu melenggang terus menerus dan selamat dari gilasan kekuatan massa, sekalipun harus menggunakan cost besar.

                               
 

1 komentar:

  1. Fenomena dialogial antara supremasi Musa dan antitesa Khidir melengkapi "mbabar tanda" konstruksi jaman. nalar empirik sosiologis yang dipilih "Musa" menimbulkan bencana kemanusiaan. alternatif sosialnya yang ditawarkan "Khidir"; 1. merusak infrastruktur pantai (melobangi kapal) atau lebhih luas kekayaan alam agar tidak di"rampok" atas perintah adikuasa yang lalim. 2.Membunuh spririt "kaum muda" yang banyak pengikut namun menjauhkan rakyat dari sunatulloh. agar muncul "generasi alternatif" (gelombang peradaban fair - care - share). 3. Merobohkan hunian kaum "Yatim" (yang diyatimkan negara) untuk menjaga kekayaan alam yang tersembunyi di bawah hunian "kaum marginal". agar saat yang tepat dikelola oleh pemiliknya yang syah.
    Maka ketika penjahat2 besar dengan "suprastruktur"nya menjadi pemimpin dan mayoritas pengikutnya telah memamerkan kemewahan yang dianggapnya kemenangan. satu tahap lagi akan muncul "gelombang revolusi damai" yang ditakuti penjahat-penjahat besar - dengan sendirinya. (Al Kahfi)

    BalasHapus