Kemauan keras (himmah Sawabiq) termasuk
suatu kekuatan yang dimiliki manusia atas izin Allah untuk memperoleh sesuatu
yang dicari dalam kehidupan duniawi. Kemauan keras ini adalah pendorong untuk
memperoleh suatu cita-cita. Namun demikian semangat dan cita-cita hamba Allah,
tetap berkaitan erat dengan iradah dan izin Allah (takdir Allah Swt).
Himmah (obsesi) yang tinggi sekalipun,
tidak akan mampu mengoyak takdir (kehendak) Allah.
Pada akhirnya segala kekuatan yang dimiliki manusia
itu terbatas dan akan tertambat pada kehendak dan takdir Allah Swt. Karena cita- cita yang keras dan bersemangat tidak
mampu menerobos takdir Allah
Akan tetapi dalam banyak hal, ketika seorang
merasakan adanya kemauan dalam dirinya untuk mendapatkan apa yang ia
cita-citakan, maka kemauan keras itu hendaklah tersalurkan bersama gerakan iman
yang memenuhi seluruh kalbunya. Karena iman inilah yang akan mengatur himmah
yang dimiliki oleh seseorang. Apakah ia tunduk kepada takdir Allah ketika ia
telah melaksanakan panggilan himmah- Nya ataukah ia menolak. Apabila ia
menerima qada dan qadar Allah,
Setelah si hamba berikhtiar dengan sungguh-sungguh
dan penuh semangat, maka itulah iman yang sesungguhnya. Menerima qada dan qadar
Allah membuat orang beriman menjadi tenang. Ia tidak berputus asa dan tidak
menyesali dirinya, la pun tidak berprasangka buruk kepada Allah dan kepada
manusia. Kehendak Allah itulah yang akan berlaku dalam perjalanan hidup
manusia. Kemauan dan cita-cita yang bergelora, tidak mampu menghancurkan qada
dan qadar Allah Swt.
Manusia berada di antara ikhtiar dengan qada dan
qadar Allah. Berlomba mengejar takdir dengan ikhtiar dan doa. Hanya Allah yang
Maha Mengetahui nasib manusia dan menentukan hasilnya. Apa yang diperoleh
manusia setelah ikhtiar dan berdoa itulah taqdir yang sebenarnya.
Takdir Allah adalah
masalah gaib. Hanya Allah Swt yang mengetahui. Dalam hal ini Allah Swt
berfirman: "Dan disisinyalah alam gaib, tidak ada yang mengetahui
kecuali Dia (Allah) sendiri." (QS. Al An'am: 59)
Semua peristiwa hidup ini berjalan di atas rencana
dan program Allah. Tidak akan terjadi apa pun di bumi, semuanya adalah atas
kehendak Allah belaka. Al-Qur'an mengatakan lagi bahwa tidak akan terjadi
segala sesuatu, kecuali sesuai dengan kehendak Allah.
Takdir adalah ketentuan akhir dari Allah untuk
manusia. Apabila Allah telah menetapkan taqdir itu, tak seorangpun yang mampu
menolak, ataupun menundanya. (QS. Fatir: 21)
Manusia tidak mengandalkan angan-angannya untuk
menjangkau kehendak dan cita-citanya. Sebab setelah ikhtiar manusia akan
dihadapkan kepada kenyataan yang sebenarnya. Itulah taqdir Allah. Kemuliaan
ibadah seorang hamba adalah pada keadaan akhir, ketika ia dengan ikhlas
menerima ketentuan'Allah Swt Demikian juga halnya tentang rezeki yang telah
ditentukan pembagiannya oleh Allah Swt.
Sayyid Hasan Asy-Syadzili dalam Kitab "At
Tanwir fi isqati Tadbir" menulis, "Sesuatu yang telah dijamin oleh
Allah atas rezeki hamba-hamba-Nya tak
seorang pun mampu mencegahnya. Seperti telah dijelaskan oleh Syekh Ahmad
Ataillah, bahwasanya seorang hamba hendaklah tekun kepada apa yang telah
dijaminkan Allah kepadanya dan mampu menjadikannya sebagai ibadah. Sedangkan
orang yang tidak istiqamah adalah orang lalai terhadap apa yang telah
dijaminkan oleh Allah untuknya.
"Kamu tidak dapat berbuat menurut kehendakmu,
kecuali telah dikehendaki oleh Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana." (QS.
Al Insan: 30)
Nabi Muhammad Saw mengingatkan:
"Sesungguhnya hamba-hamba Allah itu dihimpun pembentukannya dalam rahim ibunya empatpuluh hari berupa
nutfah (mani), kemudian berubah menjadi segumpal darah selama waktu itu juga,
kemudian Allah mengutus Malaikat kepadanya. Malaikat itu meniupkan ruh
kepadanya, lalu ditetapkan pada dirinya empat kalimat. (1). Ditetapkan
rezekinya. (2). Ditetapkan ajalnya. (3). Ditetapkan pekerjaannya dan ke (4).
Ditetapkan nasib bahagia atau susah." (HR. Bukhari)
Di atas empat perkara tersebut Allah telah
menciptakan rahmat sebagai anugerah baginya atas semesta alam, terbagi untuk
semua makhluk. Rahmat dan kasih sayang Allah itu tidak pandang siapa dan apa
pun melihat beraneka ragam pemberian dan karunia. Rahmat Allah itu tidak
terbatas, berjalan sepanjang hidup manusia dan selama berkembangnya dunia ini.
Allah berfirman: "Tiada satu makhluk melata
pun dimuka bumi ini, kecuali telah disediakan Allah rezeki untuknya."
(QS. Hud: 6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar